Kembali update untuk Kumpulan Cerpen Horror sekarang yang ke part 4 nya, jika kalian ingin membaca part sebelumnya kalian bisa ketik di search bar Kumpulan Cerpen Horror, selamat membaca.
Ayahku berjalan menuju lapangan. Dia sudah tak sabar ingin bermain sepak bola denganku. Namun bukan hanya denganku saja, sebenarnya ini rekreasi keluarga. Ayahku ingin merayakan kesembuhan ibuku yang 6 bulan ini sudah melewati masa sakitnya. Ditambah pula ayahku memilih tempat rekreasi yang sangat jauh dari keramaian kota, bahkan bisa dibilang terpencil. Ibuku mengidap kanker serviks dan kini ia bisa keluar rumah sakit karena telah sembuh, meskipun kini ibuku tak memiliki rambut karena kemoterapi.
"Nak, dimana ibu?" Tanya Ayah.
"Tunggu ibu dia masih dibelakang" kataku.
Ayahku yang tak sabar ingin bermain sepak bola terus meminta bola untuk dimainkan, namun kami lupa membeli bolanya.
"Dengan apa kita main, Ayah?" Tanyaku.
"Kita akan be-" Ayahku terdiam ketika melihat seseorang berbadan kekar memegang sesuatu.
"Aku sudah lama tak main bola, dan kudengar kalian kesulitan mendapatkan bola untuk bermain iya kan? Emm.. ngomong-omong bolehkah aku ikut bermain dengan kalian?" Kata orang itu sambil tersenyum memegang kepala ibuku.
"Disini sangat terpencil, dan jujur aku terganggu dengan kehadiran manusia seperti kalian. Ini bola yang bisa kalian mainkan, berhubung kepala ini bulat seperti bola sepak." Dia melempar kepala ibuku ke tanah dan seketika itu pula ia menyeringai dan mengambil golok berdarah dibelakangnya.
Malam itu aku ada rencana untuk pergi ke rumah teman ku untuk belajar kelompok bersama, setelah kurang lebih 1 jam aku dalam perjalanan akhir nya tiba juga di rumah teman ku.
Rumah nya tidak terlalu bagus dan tidak juga terlalu jelek, ketika aku sampai di depan pintu rumah nya aku merasakan hawa yang tidak sedap dan sedikit membuat diriku merinding tapi aku mencoba untuk menenangkan diriku sembari mengetok pintu rumah.
''tok..tok..tok'' ketuk ku memanggil teman ku Andi.
Seketika pintu rumah teman ku pun terbuka dan aku langsung di sambut oleh andi dan Teman-teman yang lain.
Kebetulan keluarga Andi sedang tidak di rumah jadi Andi lah yang menempati nya sekarang, kami memang di bagi berkelompok dan aku mendapat kan kelompok yang beranggotakan 8 orang.
Setelah agak lama kami belajar bersama tiba-tiba aku kebelet ingin ke WC, aku pun langsung berlari karna sudah kebelet pipis, setelah aku selesai pipis tiba-tiba Hp ku berbunyi, dengan refleks aku segera mengangkat telepon itu dan ku lihat nomor kontak nya ''sepertinya aku kenal nomor ini" pikir ku.
Setelah ku jawab seketika itu juga tubuh ku menjadi kaku dan pucat dan pandangan ku kosong menatap Hp
''Halo Diki ini Andi? oh ya soal kerja kelompok buat minggu depan kita tunda dulu ya, soal nya aku gak jadi tinggal di rumah, aku lagi ikut keluarga ke jawa buat wisudahan kakak ku"
Setelah mendengar kabar itu jantungku berdegup kencang dan segera aku bergegas keluar dari rumah andi.
Ketika aku melewati teras aku tidak melihat teman teman ku yang lain hanya keheningan semata, segera aku bergegas mengepak barang-barang ku dan langsung pergi meninggal kan rumah Andi, heran nya aku ketika melihat ke arah rumah andi dari kejauhan aku melihat 8 orang teman ku tadi menatap kosong ke arah ku tanpa sepatah katapun dan menyeringai lebar dengan mulut di penuhi gigi taring dan darah. Hanifah Azizah
Malam ini aku terbangun karena mendadak ingin ke kamar kecil. Kakiku beranjak keluar kamar, mataku melihat ibu dan sibungsu Fikri masih tidur lelap diruang tengah. Tadinya aku ingin membangunkan ibu untuk mengantarku, tapi mendadak aku sama sekali tak tega membangunkannya, sepertinya ibu kelelahan apalagi sepanjang perjalanan tadi ibu mengais Fikri yang rewel. Jadi lebih baik aku kembali ke kamar untuk membangunkan Aisyah saja.
"Syah, Aisyah bangun!" Tanganku coba menggoyang-goyangkan badannya. Tapi hanya erangan tak jelas yang keluar dari mulutnya. Ia memang sangat susah untuk dibangunkan. Mau tak mau aku pencet hidungnya. Biasanya dengan cara ini dia akan bangun. "Kakak apaan ih? Aisyah ngantuk!" Ia mendumel kesal padaku dengan cemberut.
"Syah antar kakak ke luar, kebelet pipis nih," pintaku. Dirumah nenek memang tak ada kamar mandinya. Hanya ada empang disamping yang diatasnya ada air pancuran yang dikelilingi oleh anyaman bambu.
"Ah sama Nanda aja sana. Aisyah males keluar," gumamnya lalu ia membalikkan posisi badannya menjadi menyamping kemudian kembali tidur.
Berhubung Aisyah tak mau mengantarku, jadi aku memilih membangunkan Nanda yang tertidur disebelah Aisyah. "Nanda, bangun Nan!
"Kenapa kak?"ujarnya sambil mengucek matanya.
"Antar kakak keluar yuk! Kakak kebelet!
"Ih kakak udah gede juga. Kakak bangunin aja Rofatun atau Aisyah," gumamnya lalu terlelap kembali.
Aku menghela nafas kesal. Tak ada pilihan lain selain membangunkan Rofatun. "Fa, Rofa bangun!" aku menggoyang-goyangkan badannya. Mudah-mudahan ia mau mengantarku.
Ia menguap lebar-lebar sambil mengucek matanya. "Kenapa kak?"
"Antar kakak keluar ayo!" Gumamku. Tanpa ba bi bu aku menarik tangannya hingga ia terduduk.
"Aku ngantuk, males! kakak minta antar sama Aisyah atau Nanda," gumamnya lalu kembali berbaring dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
Mataku memandang mereka dengan perasaan kesal. Mereka benar-benar tak ada rasa persaudaraannya. Tak ada pilihan selain aku pergi keluar sendirian. Dengan bermodalkan nyali sedikit aku membuka pintu dapur yang menghubungkanku keluar. Baru saja kakiku melangkah, udara dingin sudah menyergapku, angin berhembus meniup helaian rambutku dan membuat bulu kudukku meremang. Tak jauh dari rumah nenek aku dapat melihat ada kebun rumpun bambu yang bergerek-gerak tertiup angin.
Aku melangkahkan kaki ke arah pancuran, mendadak telingaku menangkap seperti ada orang disana memainkan air. Namun aku tak bisa melihatnya karena terhalang oleh anyaman bambu. Aku juga tak berani melihatnya, nanti aku di sangka mengintip. Jadi terpaksa aku harus menunggunya.
Sepuluh menit aku menunggu. Aku sudah tak kuat lagi menahannya. Jadi ku putuskan untuk menghampirinya, dari pada nanti aku pipis di celana. Itu lebih memalukan.
Berhubung malam ini terang cahaya bulan aku bisa melihat sosok yang membelakangiku didalam sana. Ia seorang perempuan berambut panjang.
"Mbak udah belum, saya kebelet pipis nih," kataku dari luar.
Bukannya menjawab si mbaknya malah tertawa terkikik membuat bulu kudukku meremang.
"Mbak saya serius, jangan main-main. Saya beneran kebelet nih!
Tubuhku tersentak kaget saat si mbak menengok ke arahku dengan memutarkan kepalanya 180 derajat. Mataku bisa melihat wajahnya yang pucat di iringi tawanya yang mengerikan. Mendadak aku teringat perkataan nenek, bahwa kita hanya boleh takut pada Tuhan dan kita tak boleh takut dengan makhluk yang lebih rendah derajatnya dari manusia. Jadi aku mencopotkan bakiak nenek yang ku pakai. Lalu melemparkannya tepat diwajah si mbaknya. Hingga ia pun berhenti terkikik. Michan Toby
Suasana malam ini sangat dingin dan sepi, mungkin karena aku harus beradaptasi dengan lingkungan baru disini. Malam ini aku sedang duduk bersama dengan kedua anakku Jane dan Simon dan suamiku Ed, menyantap makanan yang telah aku siapkan dengan susah payah sedari tadi. Melihat anak pertama ku dan Ed yang menyantap makanannya dengan lahap membuatku bahagia, tapi tidak dengan anak keduaku, ia hanya mengaduk aduk makanannya
Ed : kau kenapa ?
Simon : tak apa ayah
Ed : lalu kenapa kau tak memakan makananmu ?
Simon : aku tak lapar ayah
Ed : oh, baiklah
Begitulah percakapan antara anakku dan ed.
aku sempat berfikir apakah memang Ia tidak lapar, padahal aku tidak pernah memberinya uang jajan sepeserpun, hanya bekal yang ku berikan pada saat ia pergi ke sekolah dan itupun selalu dibawa kembali olehnya dengan keadaan utuh. Malam itu kami lewatkan dengan simon yang tidak menyentuh makanannya.
Malam berikutnya aku membuat makanan kesukaan simon, udang goreng, dengan ayam goreng, Ia pasti memakan makanannya kali ini, karena ini adalah makanan kesukaannya. Seperti biasa Jane sangat lahap memakan makanannya, tapi dugaanku sepertinya salah, Ia hanya memainkan makanannya
Ed : Kau kenapa lagi simon ?
Simon : tak apa ayah
Ed : lalu kenapa kau tak memakan makananmu lagi ?, padahal ayah tau kau sangat menyukai udang dan ayam goreng buatan ibumu
Simon : aku hanya tak lapar ayah
Ed : dengar simon, ayah tau ini berat untukmu, kita harus berpindah ke rumah seperti ini, kita semua juga merasakan hal yang sama, ayah, ibumu, dan kakakmu, bukan hanya kau simon, ayah rasa ini pilihan terbaik kita untuk tetap bertahan hidup
Simon : tak apa ayah aku suka disini
Ed : baiklah kalau begitu pergi ke kamarmu
Begitulah percapakan anakku simon dan suamiku ed, simon pun berlalu ke kamarnya. Setelah selesai makan malam aku langsung membereskan semua nya dan pergi ke kamarku, Ed telah terlebih dahulu pergi ke kamarnya, terlihat dari muka frustasi ed yang memikirkan kondisi anakku saat aku merapikan meja makan. Setelah sampai di kamar aku tak menemukan keberadaan ed, mungkin Ia sedang pergi ke kamar anakku.
Aku langsung berbaring di kasur, dan tak lama kemudian aku terlelap
Simon : terima kasih ayah ini sangat lezat
Ed : apapun kan kulakukan untuk mu nak
Samar samar aku mendengar percakapan dari anakku Simon dan Ed.
Aku terbangun dari tidurku, tapi tubuhku tak bisa bergerak rasanya lemas sekali, seiring dengan pandanganku yang memudar, aku mulai kehilangan kesadaranku dan pandanganku sekarang menjadi gelap.
Tommy, seorang remaja indigo yang sering mengalami serangan jantung. Tommy juga anak yang pendiam, dia menghabiskan hari-harinya di dalam rumah. Tommy adalah anak yatim. Ayahnya meninggal akibat kecelakaan maut. Kini ia tinggal hanya bersama ibunya. Namun, suatu hari Tommy mendapat berita yang membuatnya kaget tak terhingga. Ibunya meninggal akibat penyaki kanker yang di idapnya.
Hati Tommy remuk. Pecah berkeping-keping. Jiwanya bergejolak.
Suatu hari Tommy didatangi oleh arwah ibunya. Sosoknya begitu menyeramkan. Matanya merah darah, rambutnya panjang terurai. Wajahnya dipenuhi dengan luka.
Batin Tommy melambung tinggi. Jantungnya berdetak kencang. Raganya robek sudah. Ditambah lagi kelebihan indigonya yang membuatnya tertekan dan semakin tertekan. Kesadaran Tommy menghilang tanpa jejak. Meninggalkannya tanpa berpamitan. Tommy sudah tak waras. Hingga suatu ketika Tommy dikirim ke rumah sakit jiwa. Tommy berteriak. Dia meronta, menjerit sembari tertawa terbahak-bahak.
"AKU BUKAN ORANG GILA! AKU BUKAN ORANG GILA! HAHAHAHAHAHAA!!!" jerit Tommy. Dia tertawa dengan keras. Namun terdengar memilukan. Jeritannya semakin hebat dan membuat batin menjadi terkoyak.
"AAAA!!! AHAHAHAHAAA!!!" jeritnya sembari menitikkan air mata. Tawanya semakin keras dan semakin keras. Hingga beberapa hari setelahnya, Tommy tewas menghembuskan nafas terakhirnya. Dia meninggal akibat serangan jantung. Cerpen Horor
"Nak, dimana ibu?" Tanya Ayah.
"Tunggu ibu dia masih dibelakang" kataku.
Ayahku yang tak sabar ingin bermain sepak bola terus meminta bola untuk dimainkan, namun kami lupa membeli bolanya.
"Dengan apa kita main, Ayah?" Tanyaku.
"Kita akan be-" Ayahku terdiam ketika melihat seseorang berbadan kekar memegang sesuatu.
"Aku sudah lama tak main bola, dan kudengar kalian kesulitan mendapatkan bola untuk bermain iya kan? Emm.. ngomong-omong bolehkah aku ikut bermain dengan kalian?" Kata orang itu sambil tersenyum memegang kepala ibuku.
"Disini sangat terpencil, dan jujur aku terganggu dengan kehadiran manusia seperti kalian. Ini bola yang bisa kalian mainkan, berhubung kepala ini bulat seperti bola sepak." Dia melempar kepala ibuku ke tanah dan seketika itu pula ia menyeringai dan mengambil golok berdarah dibelakangnya.
TELEPHONE
Malam itu aku ada rencana untuk pergi ke rumah teman ku untuk belajar kelompok bersama, setelah kurang lebih 1 jam aku dalam perjalanan akhir nya tiba juga di rumah teman ku.
Rumah nya tidak terlalu bagus dan tidak juga terlalu jelek, ketika aku sampai di depan pintu rumah nya aku merasakan hawa yang tidak sedap dan sedikit membuat diriku merinding tapi aku mencoba untuk menenangkan diriku sembari mengetok pintu rumah.
''tok..tok..tok'' ketuk ku memanggil teman ku Andi.
Seketika pintu rumah teman ku pun terbuka dan aku langsung di sambut oleh andi dan Teman-teman yang lain.
Kebetulan keluarga Andi sedang tidak di rumah jadi Andi lah yang menempati nya sekarang, kami memang di bagi berkelompok dan aku mendapat kan kelompok yang beranggotakan 8 orang.
Setelah agak lama kami belajar bersama tiba-tiba aku kebelet ingin ke WC, aku pun langsung berlari karna sudah kebelet pipis, setelah aku selesai pipis tiba-tiba Hp ku berbunyi, dengan refleks aku segera mengangkat telepon itu dan ku lihat nomor kontak nya ''sepertinya aku kenal nomor ini" pikir ku.
Setelah ku jawab seketika itu juga tubuh ku menjadi kaku dan pucat dan pandangan ku kosong menatap Hp
''Halo Diki ini Andi? oh ya soal kerja kelompok buat minggu depan kita tunda dulu ya, soal nya aku gak jadi tinggal di rumah, aku lagi ikut keluarga ke jawa buat wisudahan kakak ku"
Setelah mendengar kabar itu jantungku berdegup kencang dan segera aku bergegas keluar dari rumah andi.
Ketika aku melewati teras aku tidak melihat teman teman ku yang lain hanya keheningan semata, segera aku bergegas mengepak barang-barang ku dan langsung pergi meninggal kan rumah Andi, heran nya aku ketika melihat ke arah rumah andi dari kejauhan aku melihat 8 orang teman ku tadi menatap kosong ke arah ku tanpa sepatah katapun dan menyeringai lebar dengan mulut di penuhi gigi taring dan darah. Hanifah Azizah
ANTARA KUNTILANAK & BAKIAK
Malam ini aku terbangun karena mendadak ingin ke kamar kecil. Kakiku beranjak keluar kamar, mataku melihat ibu dan sibungsu Fikri masih tidur lelap diruang tengah. Tadinya aku ingin membangunkan ibu untuk mengantarku, tapi mendadak aku sama sekali tak tega membangunkannya, sepertinya ibu kelelahan apalagi sepanjang perjalanan tadi ibu mengais Fikri yang rewel. Jadi lebih baik aku kembali ke kamar untuk membangunkan Aisyah saja.
"Syah, Aisyah bangun!" Tanganku coba menggoyang-goyangkan badannya. Tapi hanya erangan tak jelas yang keluar dari mulutnya. Ia memang sangat susah untuk dibangunkan. Mau tak mau aku pencet hidungnya. Biasanya dengan cara ini dia akan bangun. "Kakak apaan ih? Aisyah ngantuk!" Ia mendumel kesal padaku dengan cemberut.
"Syah antar kakak ke luar, kebelet pipis nih," pintaku. Dirumah nenek memang tak ada kamar mandinya. Hanya ada empang disamping yang diatasnya ada air pancuran yang dikelilingi oleh anyaman bambu.
"Ah sama Nanda aja sana. Aisyah males keluar," gumamnya lalu ia membalikkan posisi badannya menjadi menyamping kemudian kembali tidur.
Berhubung Aisyah tak mau mengantarku, jadi aku memilih membangunkan Nanda yang tertidur disebelah Aisyah. "Nanda, bangun Nan!
"Kenapa kak?"ujarnya sambil mengucek matanya.
"Antar kakak keluar yuk! Kakak kebelet!
"Ih kakak udah gede juga. Kakak bangunin aja Rofatun atau Aisyah," gumamnya lalu terlelap kembali.
Aku menghela nafas kesal. Tak ada pilihan lain selain membangunkan Rofatun. "Fa, Rofa bangun!" aku menggoyang-goyangkan badannya. Mudah-mudahan ia mau mengantarku.
Ia menguap lebar-lebar sambil mengucek matanya. "Kenapa kak?"
"Antar kakak keluar ayo!" Gumamku. Tanpa ba bi bu aku menarik tangannya hingga ia terduduk.
"Aku ngantuk, males! kakak minta antar sama Aisyah atau Nanda," gumamnya lalu kembali berbaring dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
Mataku memandang mereka dengan perasaan kesal. Mereka benar-benar tak ada rasa persaudaraannya. Tak ada pilihan selain aku pergi keluar sendirian. Dengan bermodalkan nyali sedikit aku membuka pintu dapur yang menghubungkanku keluar. Baru saja kakiku melangkah, udara dingin sudah menyergapku, angin berhembus meniup helaian rambutku dan membuat bulu kudukku meremang. Tak jauh dari rumah nenek aku dapat melihat ada kebun rumpun bambu yang bergerek-gerak tertiup angin.
Aku melangkahkan kaki ke arah pancuran, mendadak telingaku menangkap seperti ada orang disana memainkan air. Namun aku tak bisa melihatnya karena terhalang oleh anyaman bambu. Aku juga tak berani melihatnya, nanti aku di sangka mengintip. Jadi terpaksa aku harus menunggunya.
Sepuluh menit aku menunggu. Aku sudah tak kuat lagi menahannya. Jadi ku putuskan untuk menghampirinya, dari pada nanti aku pipis di celana. Itu lebih memalukan.
Berhubung malam ini terang cahaya bulan aku bisa melihat sosok yang membelakangiku didalam sana. Ia seorang perempuan berambut panjang.
"Mbak udah belum, saya kebelet pipis nih," kataku dari luar.
Bukannya menjawab si mbaknya malah tertawa terkikik membuat bulu kudukku meremang.
"Mbak saya serius, jangan main-main. Saya beneran kebelet nih!
Tubuhku tersentak kaget saat si mbak menengok ke arahku dengan memutarkan kepalanya 180 derajat. Mataku bisa melihat wajahnya yang pucat di iringi tawanya yang mengerikan. Mendadak aku teringat perkataan nenek, bahwa kita hanya boleh takut pada Tuhan dan kita tak boleh takut dengan makhluk yang lebih rendah derajatnya dari manusia. Jadi aku mencopotkan bakiak nenek yang ku pakai. Lalu melemparkannya tepat diwajah si mbaknya. Hingga ia pun berhenti terkikik. Michan Toby
MAKAN MALAM
Suasana malam ini sangat dingin dan sepi, mungkin karena aku harus beradaptasi dengan lingkungan baru disini. Malam ini aku sedang duduk bersama dengan kedua anakku Jane dan Simon dan suamiku Ed, menyantap makanan yang telah aku siapkan dengan susah payah sedari tadi. Melihat anak pertama ku dan Ed yang menyantap makanannya dengan lahap membuatku bahagia, tapi tidak dengan anak keduaku, ia hanya mengaduk aduk makanannya
Ed : kau kenapa ?
Simon : tak apa ayah
Ed : lalu kenapa kau tak memakan makananmu ?
Simon : aku tak lapar ayah
Ed : oh, baiklah
Begitulah percakapan antara anakku dan ed.
aku sempat berfikir apakah memang Ia tidak lapar, padahal aku tidak pernah memberinya uang jajan sepeserpun, hanya bekal yang ku berikan pada saat ia pergi ke sekolah dan itupun selalu dibawa kembali olehnya dengan keadaan utuh. Malam itu kami lewatkan dengan simon yang tidak menyentuh makanannya.
Malam berikutnya aku membuat makanan kesukaan simon, udang goreng, dengan ayam goreng, Ia pasti memakan makanannya kali ini, karena ini adalah makanan kesukaannya. Seperti biasa Jane sangat lahap memakan makanannya, tapi dugaanku sepertinya salah, Ia hanya memainkan makanannya
Ed : Kau kenapa lagi simon ?
Simon : tak apa ayah
Ed : lalu kenapa kau tak memakan makananmu lagi ?, padahal ayah tau kau sangat menyukai udang dan ayam goreng buatan ibumu
Simon : aku hanya tak lapar ayah
Ed : dengar simon, ayah tau ini berat untukmu, kita harus berpindah ke rumah seperti ini, kita semua juga merasakan hal yang sama, ayah, ibumu, dan kakakmu, bukan hanya kau simon, ayah rasa ini pilihan terbaik kita untuk tetap bertahan hidup
Simon : tak apa ayah aku suka disini
Ed : baiklah kalau begitu pergi ke kamarmu
Begitulah percapakan anakku simon dan suamiku ed, simon pun berlalu ke kamarnya. Setelah selesai makan malam aku langsung membereskan semua nya dan pergi ke kamarku, Ed telah terlebih dahulu pergi ke kamarnya, terlihat dari muka frustasi ed yang memikirkan kondisi anakku saat aku merapikan meja makan. Setelah sampai di kamar aku tak menemukan keberadaan ed, mungkin Ia sedang pergi ke kamar anakku.
Aku langsung berbaring di kasur, dan tak lama kemudian aku terlelap
Simon : terima kasih ayah ini sangat lezat
Ed : apapun kan kulakukan untuk mu nak
Samar samar aku mendengar percakapan dari anakku Simon dan Ed.
Aku terbangun dari tidurku, tapi tubuhku tak bisa bergerak rasanya lemas sekali, seiring dengan pandanganku yang memudar, aku mulai kehilangan kesadaranku dan pandanganku sekarang menjadi gelap.
TAWA YANG PEDIH
Tommy, seorang remaja indigo yang sering mengalami serangan jantung. Tommy juga anak yang pendiam, dia menghabiskan hari-harinya di dalam rumah. Tommy adalah anak yatim. Ayahnya meninggal akibat kecelakaan maut. Kini ia tinggal hanya bersama ibunya. Namun, suatu hari Tommy mendapat berita yang membuatnya kaget tak terhingga. Ibunya meninggal akibat penyaki kanker yang di idapnya.
Hati Tommy remuk. Pecah berkeping-keping. Jiwanya bergejolak.
Suatu hari Tommy didatangi oleh arwah ibunya. Sosoknya begitu menyeramkan. Matanya merah darah, rambutnya panjang terurai. Wajahnya dipenuhi dengan luka.
Batin Tommy melambung tinggi. Jantungnya berdetak kencang. Raganya robek sudah. Ditambah lagi kelebihan indigonya yang membuatnya tertekan dan semakin tertekan. Kesadaran Tommy menghilang tanpa jejak. Meninggalkannya tanpa berpamitan. Tommy sudah tak waras. Hingga suatu ketika Tommy dikirim ke rumah sakit jiwa. Tommy berteriak. Dia meronta, menjerit sembari tertawa terbahak-bahak.
"AKU BUKAN ORANG GILA! AKU BUKAN ORANG GILA! HAHAHAHAHAHAA!!!" jerit Tommy. Dia tertawa dengan keras. Namun terdengar memilukan. Jeritannya semakin hebat dan membuat batin menjadi terkoyak.
"AAAA!!! AHAHAHAHAAA!!!" jeritnya sembari menitikkan air mata. Tawanya semakin keras dan semakin keras. Hingga beberapa hari setelahnya, Tommy tewas menghembuskan nafas terakhirnya. Dia meninggal akibat serangan jantung. Cerpen Horor
Kumpulan Cerpen Horror Part 4 (Content Warning)
4/
5
Oleh
Hideouses