Wednesday, November 15, 2017

Creepypasta 'The Scissorman'

Creepypasta 'The Scissorman'

Creepypasta : The Scissorman

“Ayaaaahhh, aku ingin seekor Furby. Semua orang di sekolah sudah punya semua.” Sammy memasukkan kembali lollipop ke dalam mulutnya yang basah, kemudian mengelap tetesan hijau di dagunya dengan serbet.
Mr. Melrose menghela nafas.
“Ayah sudah memberitahumu kalau ayah tidak bisa membelikanmu mainan baru dalam waktu dekat ini, Sammy. Lihat tagihan-tagihan ini…” dan dia menatap kertas-kertas yang dipegangnya. 
“Uang tidak tumbuh dari pohon, Nak.”
Sammy terus menjilati lolipopnya.
“Tapi mereka dapat saling bicara! Dan bernyanyi! Kennie Hamble mengajarkan furby-nya mengatakan ‘Pika-chuuuuu’ dan masih banyak lagi.” Wajah tembam Sammy mengerut ketika dia hampir meneriakan nama monster kuning.
“Ayah baru saja membelikanmu Action Man yang baru minggu lalu, mengapa kau tak bemain dengan itu saja?”

“Tangan Action Man telah patah ketika aku tak sengaja menjatuhkannya dari jendela. Dan ayah kan tau kalau itu tidak dapat berbicara!! AKU INGIN FURBY!”
“Tidak, tidak sampai ayah-”
“Tapi mereka yang mempunyai Furby itu bukan orang kaya yang punya banyak uang.” Sammy meletakkan lolipopnya di kertas kerja ayahnya.
“TIDAK! Aku tidak akan membelikanmu. Berhentilah menjadi orang tamak, Sammy. Bermainlah dengan mainan yang sudah kau punya!”
“Furby! Furby!” Sammy berteriak dengan marah..
“Sekarang masuk ke kamarmu, anak nakal yang egois” Mr Melrose merasa sangat kesal dan lelah – kemudian dia ingat sesuatu dari masa kecilnya.
“Dan jika kau menjadi seseorang anak yang manja dan nakal, Scissor Man akan datang padamu di suatu malam yang gelap ketika kau sedang sendirian dan akan menggunting jari-jarimu! Ya, dia akan melakukan itu!. Sekarang bawa lolipopmu dan pergilah ke kamarmu!.”
“Aku tidak mau! Aku mau es krim!” Teriak Sammy lalu dia membanting pintu. 
“Aku tidak takut dengan Scissor Man,” gerutunya ketika dia berjalan menuju dapur untuk mengambil choco-ice.

Mr. Melrose mengambil lolipop tapi ternyata itu membuat kertasnya sobek. Lalu, dengan marah dia melempar lolipop itu, dan menenangkan diri di sofa. Dia menenggelamkan kepala di kedua tangannya dan mulai terisak.
“Aku berharap kau disini, Catrin. Aku sangat merindukanmu.”
Mr Melrose bukannya tidak berusaha bekerja keras - dia bahkan bekerja setiap waktu, berjuang untuk dirinya dan Sammy. Tapi itu semua terasa tidak berguna, mereka tetap saja selalu mengalami kekurangan. Di rumah pun dia masih harus dibebani oleh pekerjaan rumah tangga. Mencuci. Membayar tagihan-tagihan. Memasak. Berbelanja. Menyapu dll. 
Sammy juga menyita semua waktunya yang tersisa menyuapinya makan, memakaikan dan melepaskan pakaiannya, memandikannya, menghiburnya, menidurkannya, mengantar dan menjemputnya sekolah, dan masih banyak lagi. Bahkan dia tidak sempat bersosialisasi lagi. Dia terlalu lelah untuk berteman dengan seseorang.

Semuanya terjadi semenjak Catrin meninggal. Sejak saat itu, Mr. Melrose rasanya seperti tidak ingin keluar rumah lagi. Dia tidak ingin bertemu dengan teman-teman yang dia dan Catrin kenal. Catrin sangat mengagumkan baginya, Catrin adalah malaikat yang seperti tidak pernah melakukan kesalahan. Dia sangat baik, pintar, murah hati, dan perhatian. Dia selalu memikirkan orang lain sebelum memikirkan dirinya sendiri. Sangat peduli pada lingkungan sekitarnya dan rajin berkampanye tentang isu-isu lokal yang sedang hangat terjadi, seperti pentingnya menjaga dan memelihara pohon-pohon di taman, membentuk grup siskamling, dia bahkan tak makan daging karna menurutnya itu suatu kekejaman. Catrin yang baik selalu tersenyum ketika dia sedang bersedih – wajahnnya yang berbinar ketika dia tersenyum, mata birunya yang indah - semua itulah yang membuatnya sangat tidak bisa untuk tidak membalas senyumannya, karena dengan begitu dia akan merasa lebih lebih baik dan melupakan kesedihannya.

Tapi, Catrin tidak disana lagi untuk menguatkannya.
Dia terbunuh oleh pengendara mobil yang mabuk setahun yang lalu. Pengendara itu adalah seorang pebisnis yang habis makan siang dan sedikit minum - minuman beralkohol, dia merasa yakin bisa mengendarai mobilnya saat itu. Tapi ternyata dia tidak bisa mengendalikan kemudinya sehingga keluar dari ruas jalan. Pengemudi itu tidak bisa mengelakkan mobilnya dari Catrin sedang menyeberang menuju temannya yang melambaikan tangan padanya disisi jalan yang lain.

“Tapi ayahku bilang, Scissor Man akan menangkapmu kalau kau menjadi anak yang nakal. Ayolah jangan pelit, aku minta cokelatmu sedikit. Satu gigitan saja!”
Tapi Andrew malah memegang cokelatnya lebih erat lagi. 
“Tidak! Ini punyaku! Aku akan mengadukanmu pada guru jika kau masih tetap memaksa, Sammy!”
“Tapi kemudian Scissor Man akan menangkapmu!” Sammy tersenyum sinis pada Andrew sambil membuat gerakan seperti sedang memotong sesuatu dengan gunting di samping Andrew. Andrew yang lebih kecil dari Sammy, tiba-tiba menangis dan berlari ke Dinner Monitor (yang merupakan ibunya Kennie Hamble). Staf Dinner Monitor itu mendatangi Sammy yang sedang berdiri di dekat kotak sampah berwarna hijau.
“Apa yang telah kau lakukan pada Andrew, Sammy Melrose?” Mrs Hamble memasang wajah garang sambil berkacak pinggang.
“Aku hanya memberitahunya tentang Scissor Man yang akan datang dan memotongnya jika dia menjadi orang yang tidak menyenangkan.”

“Oh, Tuhan! Tidak ada makhluk konyol seperti itu, dan juga makhluk-makhluk konyol lainnya seperti Bogey Man, Wolf Man, atau Lizard Man.”
“Ayahku selalu meyebutkannya setiap aku nakal, jadi Scissor Man itu benar-benar ada! Dan jika kau berteriak padaku, maka Scissor Man akan memotongmu menjadi bagian-bagian kecil!”
“Aku tidak akan berteriak padamu, tidak akan pernah, Sammy. Tapi ayahmu seharusnya tidak mengisi otakmu dengan cerita-cerita sampah seperti itu. Dan kau juga seharusnya tidak menakut-nakuti teman-temanmu dengan itu. Itu tidak baik, Sammy.”
Ketika Mrs. Hamble berjalan menjauh, Sammy menggerutu, 
“Scissor Man juga bukan orang yang baik.” Kemudian dia menarik lolipop dari dalam mulutnya, dan menjulurkan lidah ke Mrs. Hamble.
“Baiklah, aku minta maaf, Bu.”
Sammy pura-pura membaca komiknya, tapi dengan seksama dia mendengarkan pembicaraan ayahnya ditelpon. Dia selalu begitu. Sekarang wajah ayahnya terlihat murung dan letih.
“Semua anak kadang seperti itu, itu hanyalah sebuah cerita, Mrs Chiltern.”
Mrs Chiltern adalah kepala sekolah. Sammy yang merasa dirinya sedang dalam masalah, perlahan mulai pindah ke dekat pintu belakang agar ketika ayahnya marah nanti, dia bisa bersembunyi di kebun belakang.

“Tidak, aku tidak menceritakan apa-apa padanya, dan aku tidak tahu darimana dia mendengar cerita seperti itu. Kau tahulah sifat anak-anak, dia pasti membuat-buatnya.”
Ayahnya diam sejenak.
“Baiklah, mungkin ini hanya kesalah-pahaman saja, Mrs Chiltern. Selamat malam.” Telpon ditutup. Tak berapa lama kemudian terdengar suara berat ayahnya,
“Sammy! Kesini kau!”
Sammy kembali ke ruang tengah dari tempat persembunyiannya di belakang pintu dapur.
“Apakah itu tadi Mrs. Chiltren , Yah?”
“Ya, dan aku tidak suka menerima telponnya tentang kenakalanmu . Kau telah menakuti anak-anak di sekolahmu…”
“Aku hanya berkata tentang Scissor Man, seperti yang ayah ceritakan padaku. Apakah ayah bilang pada Mrs Chiltern kalau bukan ayah yang memberitahuku?”
Muka Mr Melrose memerah. Mendadak dia menjadi malu pada Sammy kecil tentang pembelaan dirinya tadi.

“Baik, begini…”
“Kau telah berbohong, Ayah!! Itu berarti Scissor Man akan datang pada malam hari dan memotong lidahmu atau hidungmu!”
“Oke. Oke. Cukup… Sebenarnya tidak ada Sci-”
“Is! Is! Is! Kau menyebutkan namanya sekarang, kau tidak boleh menyebutkan namanya!!”
“Demi Tuhan, Sammy. Hentikan!”
“Berhenti apa? Aku tidak melakukan apa-apa!”
Sammy melempar komiknya kelantai dan berlari ke dapur sambil tertawa mengejek. 

Mr Melrose berusaha menahan emosi dan menenangkan diri. Dia melihat tumpukan tugas di meja kerjanya, kemudian koran yang dibelinya dua hari yang lalu tapi belum sempat membacanya. Dia menggosok matanya yang lelah, diraihnya koran itu lalu menghempaskan badannya ke sofa, kemudian membaca sekilas headline koran yang terlihat tidak menarik.
Mr. Melrose menghidupkan lampu ruang tengah. Kepalanya mendadak pusing ketika melihat ruangan itu sangat berantakan, majalah dimana-mana, bungkus-bungkus permen, dan tumpukan mainan. Terpaksa dia harus membereskan kekacauan itu. Tapi semuanya terasa sia-sia karena membereskannya tidaklah membuat ruangan itu menjadi lebih terlihat rapi. Masih banyak kotoran dan noda-noda yang lengket dan tak bisa hilang. Dia hampir putus asa. Dia merasa tak berguna, tak bisa masak, tak bisa membersihkan rumah, tak bisa menyelesaikan tugas kantornya. Dan yang paling parah adalah dia tak bisa membayar pembantu untuk melakukan semua itu.

“Sammy!” Panggil Mr. Melrose dari lantai bawah.
“Apaaaaaaaaa?”
“Turunlah sebentar.”
Mr Melrose sedang menggeledah isi kulkas ketika Sammy sampai di dapur.
“Makan apa kita malam ini, Yah?”
“Daging kalkun dan chip?”
“Tidak, kita sudah makan itu malam kemarin.”
“Oh ya? Ayah malah tidak ingat.”
Sammy tertawa, ayahnya memang pelupa.
“Errrm… bagaimana kalau pizza?”
“Tidak. Aku tidak mau. Yuck!”
“Baiklah, lalu apa?”
“Alphabite. Dan kacang polong.”
Mr Melrose kembali menggeledah isi kulkas, memilah-milah bermacam kotak di sana. Tangannya mulai kedinginan. Seingatnya, ada kacang polong di lemari, tapi Alphabite? Sepertinya tidak ada!

“Bagaimana kalau waffle sebagai gantinya?”
“Tidak, Alphabite!”
“Tapi kita tak punyai itu!”
“ALPHABITE dan KACANG POLONG! Aku mau itu!”
“Ayolah, Sammy. Jangan memancing emosi ayah. Kita tak punya alphabite. Tapi kita masih punya banyak persediaan makanan lain. Bagaimana kalau sausage roll?"
“Alphabite!”
Mr Melrose membanting pintu kulkas sehingga menyebabkan bunyi bedebum yang keras. Sammy melompat kaget. Tampaknya ayah mulai marah, batinnya.
“Baiklah! Alphabite untuk makan malammu! Aku akan keluar untuk membelinya di supermarket karena sepertinya aku tidak punya pilihan lain!!” Dia berjalan ke lorong dan memakai mantelnya. Dia juga tak lupa mengambil dompetnya dan kemudian kembali berkata dengan sinis, “Dan sepertinya aku tidak punya simpanan uang lagi. Oh ya, kau pasti akan mendapatkan Alphabite mu, Sammy.”
Lalu terdengar bantingan pintu depan.

“Baguuusss!!! Alphabite!” Sammy menari mengelilingi meja dapur, kemudian mengambil Mars and Twix dari tas berbentuk cokelat di lemari dan memakannya. Cokelat itu meninggalkan lelehan pada jari Sammy, dengan seenaknya Sammy kecil mengoleskannya ke dinding rumah yang bercat putih. Karena merasa kurang bersih, dia mengelap tangannya yang berlumuran cokelat itu ke handuk putih yang baru saja dicuci ayahnya..
Lalu dia melanjutkan bermain dengan mobil-mobilannya di ruang tengah dengan asyik, membuat mainan-mainannya berhamburan; membanting dan melemparnya.
“Makanlah.”
“Aku tidak lapar lagi!”
“Tapi kau baru memakan makananmu sedikit!”
“Ayah saja yang habiskan..” Sammy mendorong piringnya pada ayahnya. Lalu ayahnya mendorong kembali piring itu pada Sammy.
“Ayah tidak akan memakan makanan sisamu! Kau yang meminta dimasakkan makan itu, kau harus menghabiskannya!”
“Tapi rasanya tidak enak sama sekali!” Sammy mulai mengacak-acak kentang panggang di piring menggunakan jarinya, kelihatan sekali dia tak bernafsu untuk menghabiskan makanannya.
Mr. Melrose sudah benar-benar tak tahan.

“Kau sungguh keterlaluan, Sammy!! Ayah melakukan apa saja untukmu, tapi kau tak pernah menghargainya sedikitpun. Bagimu tak pernah cukup. Mengapa? Hah?” Mr Melrose dapat mendengar suaranya bergetar hebat, terdengar sangat emosi. Habis sudah persediaan kesabarannya malam itu.
“Aku hanya ingin permen tapi ayah tidak memperbolehkannya.” Bibir bawah Sammy mulai bergetar hendak menangis. 
“Aku ingin permen, dan aku ingin ibuku kembali. Kepergian ibu tidak adil bagiku.” Lanjutnya dengan lelehan air bening di pipi.
Mr. Melrose terkejut mendengar perkataan anaknya; kemudian dia melunak dan mengulurkan tangannya untuk memeluk Sammy. Tapi Sammy menolak pelukannya. Mata Sammy menatap ayahnya dengan galak.

“Jangan sentuh aku! Aku ingin ibuku kembali, bukan ayah! Dan aku ingin Aero!”
Mr Melrose kembaki syok lalu dia berteriak, “Kau tidak dapat mengembalikan ibumu, kau tidak selalu mendapatkan apa yang kau inginkan! Dasar kau anak yang tidak tahu terimakasih! Sekarang pergi ke kamarmu!”
Sammy berdiri dan berlari menaiki tangga menuju kamarnya sambil menggerutu. Dia bahkan tak lagi menyikat giginya - selalu begitu kalau sedang merajuk. Setelah sampai di tempat tidur, dia mengambil Action Man-nya dan berlari-lari mengelilingi tempat tidurnya sebentar, berimajinasi kalau ada raksasa yang sedang mengejarnya. Kemudian dia memakai piyama Winnie-the-Pooh nya dan berniat pergi tidur. Dia mematikan lampu kamarnya, lalu membenamkan dirinya dalam selimut untuk memainkan tengkorak glow-in-the-dark nya.

Sementara itu di lantai bawah, Mr Melrose menangis. Dia membenamkan diri pada kedua lengannya, dan mulai terisak. Dia sangat membutuhkan udara segar malam itu dan akhirnya memutuskan untuk keluar rumah sebentar. Yang terpenting adalah, dia perlu menjauhi Sammy untuk beberapa saat.
Akhirnya Mr. Melrose keluar rumah dan pergi ke makam istrinya, duduk di sana sambil menenangkan diri. Angin malam tak mengendurkan niatnya. Di letakkannya mantel didekat lampu neon yang dia bawa dari rumah.
Sammy yang mendengar pintu depan tertutup, mengetahui kalau ayahnya keluar rumah.
“Ha! Sekarang aku bisa makan permen dan coklat itu!” Serunya sambil membayangkan mengunyah Aero favoritnya. Dia biasanya menyembunyikan beberapa di bawah bantalnya tapi ternyata yang tersisa hanya lah bungkusnya malam ini. Akhirnya dia kembali bermain dengan tengkorak glow-in-the-dark-nya. Dia berharap bisa bersinar seperti itu. Besok, dia akan meminta ayahnya untuk membelikannya baju atau sesuatu yang bisa membuatnya bersinar seperti glow-in-the-dark.

Beberapa menit telah berlalu ketika dia membayangkan dapat menakuti anak-anak di sekolahnya dengan bersinar seperti glow in the dark di dalam lemari kelas yang gelap. Dia lalu mendengar pintu depan tertutup perlahan, nyaris tak terdengar, hanya bunyi 'klik' yang pelan. Sammy berjinjit ke lorong kamarnya masih dengan selimut menutupi tubuhnya. Dia mengira ayahnya sudah pulang, maka dia ingin mengeceknya. Tapi, anehnya ruangan di lantai bawah masih dalam keadaan gelaip - tak mungkin ayahnya membiarkannya gelap kalau memang dia sudah pulang. Bahkan, ketika dia berdiri disana, dia mendengar bunyi 'klik' dari pintu dapur, tapi rumah tetap dalam keadaan sangat gelap. Apakah mungkin ayah sudah mematikan lampu dapur juga? Tapi mengapa? Kemudian Sammy ingat bahwa ayahnya sering melakukan itu ketika dia sedang bersedih dan duduk merenung di dalam kegelapan. Ayah memang sangat konyol.

Sesuatu terlihat bergerak di dapur. Kedengarannya seperti laci dapur yang terbuka dan tertutup. Oh, mungkin ayah pulang lagi untuk mengambil dompetnya yang tertinggal, pikir Sammy.
Sammy mencoba menajamkan telinganya, tapi tak terdengar apa-apa lagi. Kemudian seseorang menendang pintu belakang. Oh, ayah sangat tidak hati-hati kali ini, mungkin ayah mengira aku sudah tidur, kata Sammy dalam hati.
Setelah menutup pintu belakang, ayah pasti naik ke lantai atas. Dia berharap ayahnya akan memberikannya cokelat ketika naik ke lantai atas nanti sambil meminta maaf telah membentaknya, seperti yang biasa ayah lakukan. Tak lama kemudian, Sammy mendengar tangga kayu berderit.

“Oh, ayah sedang naik ke atas. ” Girang Sammy dalam hati. 
Sammy perlahan menuju tempat tidurnya dan kembali menenggelamkan diri dibalik selimutnya. Dia berpura-pura tidur, dan mungkin ayah tidak akan mengganggunya. Kemudian Sammy akan mengejutkan ayahnya dengan berkata ‘Boo!’ maka ayahnya akan tertawa sambil memeluk dan memberikannya cokelat.
Anak tangga berderit lagi, terus sampai puncak tangga. Tetapi ada suara lain disana. Pertama terdengar pelan, tetapi lama-lama semakin semakin kencang - suara itu seperti suara gesekan gunting besar. Suaranya sangat mengerikan. Setiap sepuluh detik sekali, suara itu muncul. Suaranya terdengar seperti gunting besar yang memotong udara kosong. Imajinasi Sammy mulai membayangkan sesuatu yang tidak ingin dia lihat, apalagi dalam keadaan seperti itu. Kalau itu ayahnya, mengapa dia diam saja?

Craasshhh! Suara itu semakin mendekati puncak tangga. Kemudian rumah kembali sepi.
Craasshhh! Suara itu mendekat, semakin mendekat. Terdengar lebih kuat. Sepertinya kini berada didepan pintu kamarnya. Sammy berharap suara itu akan segera menjauh. Dia sudah tidak ingin Aero lagi, dia hanya berharap ayahnya akan pergi ke kamarnya saja, karena kini dia mulai merasa ketakutan.
Dia mendengar deritan pintu kamar terbuka perlahan. Dia bahkan tidak mempunyai keberanian untuk mengintip keluar dari balik selimutnya. Dia hanya memegang erat-erat tengkorak glow-in-the-dark-nya. Rasanya dia tidak ingin lagi berteriak ‘Boo!’ sekarang.

Craasshhhh!!! Suara itu sudah dekat sekali dengan tempat tidurnya, menggema didalam kegelapan yang sunyi. Suara itu adalah suara gunting besar pemotong rumput.
“A-a-ayaa-a-hh, a-apa-k-k-ah itu k-a-a-u-u?” Tanyanya tergagap dari balik selimutnya.
Craaassshhh.. Dia mendengar gunting besar itu merobek selimutnya sekarang. Dan belum sempat Sammy mendengar jawabannya, logam yang dingin telah menyentuh kulitnya dan menebas lehernya.
Untungnya, Sammy tak pernah tahu kalau itu memang benar adalah ayahnya.

Artikel Terkait

Creepypasta 'The Scissorman'
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email